Read, With the Name of Your Lord Who Created

Jakarta Banjir Lagi

Posted by triaslama on February 2, 2008

Baru beberapa bulan tinggal di Jakarta akhirnya saya harus merasakan juga pengalaman kebanjiran di ibukota ini. Berawal dari pagi hari ketika hujan mulai turun -belum terbayang kalau hujan akan semakin deras dan mengakibatkan banjir- karena hujan membuat lalu lintas lebih macet dari biasanya.

Perjuangan untuk sampai ke kantor semakin terasa setelah busway -transportasi yang seharusnya relatif terbebas dari macet- ikutan terjebak macet dan untuk beberapa saat penjualan tiket busway ditutup sementara karena bus transjakarta yang ditunggu – tunggu tak kunjung tiba. Pagi yang penuh penantian dan perjuangan, untuk beli tiket bus pun harus antri, belum lagi nunggu busnya. Karena terlanjur sampai di halte dan di luar pun hujan turun lumayan deras akhirnya mau nggak mau harus nunggu juga di dalam halte.

Pada saat antri ada seorang penumpang yang ikut antri bilang kurang lebihnya “wah, harus ngulang satu semester nih”. Dalam pikiranku terbayang apa yang harus dialami oleh mahasiswa seperti dia atau warga Jakarta pada umumnya, gara – gara kemacetan yang sukar diprediksi seseorang mungkin harus rela mengulang kuliahnya satu semester karena dia tidak bisa ikut ujian, alasannya: terjebak macet!

Kembali ke kisah awal, setelah melalui proses menunggu dan antri akhirnya tiba juga bus transjakarta yang kunanti. Akhirnya aku bisa naik bis, penantian kedua pun dimulai… Akhirnya saya merasakan bagaimana rasanya macet total itu untuk menempuh jarak yang mungkin kurang dari satu kilometer perlu waktu sekitar setengah jam!!!

Perjalanan menjadi lama dan lambat di beberapa titik tampak air meninggi dan semakin tinggi beberapa motor dan mobil mulai tergenang dan macet. Beruntung aku masih bisa sampai kantor Pusintek Depkeu meskipun telat sekitar satu jam (mungkin lebih) dari seharusnya.

Waktu pun mulai beranjak siang, hujan belum reda tapi malah tampak makin deras. Saat itu seorang teman ditelfon dari rumah yang ngasih tahu kalau air sudah mulai masuk garasi rumahnya dan dia diminta pulang saja, belum ketemu cara nemuin jalur aman untuk pulang dia dapat kabar lagi kalau air sudah menggenangi setengah garasi rumahnya! Suasana pun mulai berubah dan hujan belum juga reda -jangan – jangan Jakarta bakalan banjir besar lagi kayak taun lalu-

Begitu hujan reda pada sore hari akhirnya teman ku menawarkan satu rencana “sebaiknya kita pulang saja selagi bisa”, usul bagus dan aku juga setuju. Keluar dari kantor Pusintek Departemen Keuangan RI kami langsung menuju halte busway terdekat. Sesampainya di halte kami baru tahu karena banjir bustransjakarta tidak bisa beroperasi!!!

Akhirnya kami harus jalan kaki menelusuri jalur busway dari halte Budi Utomo sampai halte Central Senen, sampai di Senen kami naik ojek oleh tukang ojek kami diberitahu bahwa hanya bisa mengantar sampai sekitar Cempaka Putih karena selanjutnya sudah tergenang air. Langsung terbersit dipikiranku “wah terus gimana cara untuk bisa sampai rumah, masak harus berenang???”. Akhirnya kami menerobos keramaian dan terus berjalan hingga bisa sampai ITC Cempaka Mas lalu kami memutuskan untuk beristirahat dan makan dulu di mall ini, siapa tahu nanti kami harus menerobos banjir dengan jalan kaki sehingga ada baiknya kalau perut tidak kosong.

Akhirnya kami memutuskan untuk menerobos banjir dan berusaha untuk sampai rumah secepatnya dan kami mulai berjalan kaki menelusuri jalan yang belum tergenang air. Tetapi keberuntungan rupanya masih menaungi kami saat akan mulai menerobos genangan air yang semakin dalam ada bis besar yang berhenti dan menawarkan jasanya bagi yang pingin menerobos banjir, langsung saja kami menerima tawaran tersebut dan mulailah perjalanan berganti dari jalan kaki menjadi naik bis.

Di dalam bis seperti berada di dalam sebuah kapal, betapa tidak kanan kiri yang terlihat hanya genangan air. Tidak terlihat lagi badan jalan, trotoar, selokan bahkan sungai sekalipun. Perlahan – lahan bis yang kami naiki mulai berjalan dan akhirnya sampai juga ke persimpangan menuju ke arah rumah. Tapi ternyata jalan ke arah rumah sudah terlanjur tergenang akhirnya aku harus berjalan kaki menerobos air menggenang yang ketinggiannya mencapai pinggang orang dewasa.

Akhirnya dengan berjalan bersama seorang teman dan beberapa orang lain aku bisa juga sampai di rumah dengan selamat dengan celana yang basah kuyup karena terendam.

Semoga lain kali Jakarta lebih baik lagi dalam menangani bencana serupa…

Leave a comment